Jumat, 07 Oktober 2016

Teori Piaget dan Implementasinya dalam Pembelajaran

Jean Piaget
Jean Piaget dilahirkan di Neuchâtel, Swiss, pada tanggal 9 Agustus 1896. Nya. Ayah, Arthur Piaget, adalah seorang profesor sastra Abad Pertengahan dengan bunga lokal dalam sejarah ibunya, Rebecca Jackson, cerdas dan energik, tapi Jean ditemukan padanya sedikit neurotik – kesan bahwa ia berkata memimpin berminat pada psikologi, namun jauh dari patologi! Anak tertua, dia cukup mandiri dan menaruh minat awal di alam, terutama mengumpulkan kerang. Ia menerbitkan pertamanya “kertas” ketika ia sepuluh – halaman account salah satu penampakan-Nya dari burung gereja albino.
Dia mulai menerbitkan dengan sungguh-sungguh di sekolah tinggi tentang topik favoritnya, moluska.. Dia sangat senang untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu dengan direktur Nuechâtel’s Museum Sejarah Alam, Mr Godel pekerjaan-Nya jadi terkenal di kalangan mahasiswa Eropa moluska, yang beranggapan ia dewasa! Semua ini pengalaman awal dengan ilmu pengetahuan terus dia pergi, katanya, dari “iblis filsafat.”
Kemudian pada masa remaja, ia menghadapi sedikit krisis iman: Didorong oleh ibunya untuk menghadiri pelajaran agama, ia menemukan argumen keagamaan kekanak-kanakan. Belajar berbagai filsuf dan aplikasi logika, ia mendedikasikan dirinya untuk menemukan penjelasan biologis “pengetahuan.” Pada akhirnya, filosofi gagal untuk membantunya dalam pencariannya, jadi ia berpaling ke psikologi.
Setelah SMA, ia melanjutkan ke Universitas Neuchâtel. Terus menerus belajar dan menulis, ia menjadi sakit-sakitan, dan harus pensiun ke pegunungan selama setahun untuk memulihkan diri. Ketika ia kembali ke Neuchâtel, ia memutuskan akan menuliskan filsafatnya. Poin mendasar menjadi inti untuk kehidupan seluruh karyanya: “Dalam semua bidang kehidupan (organik, mental, sosial) terdapat ‘kualitatif berbeda totalities’ dari bagian mereka dan memaksa mereka sebuah organisasi.” bentuk Prinsip ini dasar nya filsafat strukturalis, karena akan untuk Gestaltists, teori, Sistem, dan banyak lainnya.
Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piaget 
 Jean Piaget terkenal dengan teori kognitifnya yang berpengaruh penting terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980 ini pada awalnya lebih tertarik pada bidang biologi dan filsafat khususnya epistemologi. Namun dalam perjalanan karirnya sebagai peneliti di Binet Testing Laboratory di Paris, Piaget lebih fokus pada bidang psikologi Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya. Jean Peaget mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Piaget memakai istilah scheme dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan:
·         Refleks-refleks pembawaan: misalnya bernapas, makan, minum.
·         Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KOGNITIF

Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif (Dahar, 2011: 141) yaitu:
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
4. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN

Piaget (dalam Dahar, 2011: 136-139) membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :

1.   Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2.   Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3.   Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4.   Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Uraiannya sebagai berikut: 

·         Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. 
·         Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. 
·         Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. 
·         Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya.


IMPLIKASI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DI KELAS
Pengaplikasiannya di dalam belajar : perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi. Kepada individu diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif. Secara terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
1.    Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2.     Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Arrtinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri. 
3.     Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba  memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.
4.      Guru  dapat  menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan ; masing-masing . mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

Kurikulum 2013 SDLB A

File ini saya upload untuk membantu bagi orang yang ingin melihat atau mempelajari kurtilas untuk SDLB A
kurtilassdlba pdf

Teori Gagne dan Implementasinya dalam Pembelajaran

Robert M. Gagne

Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 s.d 28 April 2002), Gagne lahir di Andover Utara, Massachusetts. Ia mendapatkan gelar A.B dari Universitas Yalepada tahun 1937 dan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940. Dia adalah seorang Professor dalam bidang psikologi dan psikologi pendidikan di Connecticut College khusus wanita (1940-1949), Universitas Negara bagian Pensylvania (1945-1946), Professor di Departemen penelitian pendidikan di Universitas Negara bagian Florida di Tallahasse mulai tahun 1969. Gagne juga menjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara (1949-1958) di Lackland, Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah bekerja sebagai konsultan dari departemen pertahanan (1958-1961) dan untuk dinas pendidikan Amerika Serikat (1964-1966), selain itu ia juga bekerja sebagai direktur riset pada Institut penelitianAmerika di Pittsburgh (1962-1965). Hasil kerja Gagne memiliki pengaruh besar pada pendidikan Amerika dan pada pelatihan militer dan industri. Gagne dan L. J. Briggs ada diantara pengembangan awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkan bahwa semua komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan semua komponen yang dapat dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagai suatu rencana untuk pengajaran.
Teori Belajar Gagne
A.  Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne 
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi

B.  Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
1.   Tipe belajar tanda (Signal learning)
Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal.
2.   Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)
Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara berulang-ulang.
3.   Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)
Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah bahwa suatu respons­­­ pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan respons baru.
4.   Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang.
5.   Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek yang terdapat dalam lingkungan fisik.
6.   Tipe belajar konsep (Concept Learning)
Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian tentang suatu yang mendasar.
7.   Tipe belajar kaidah (RuleLearning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep.
8.   Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.
C.  Sistematika “Lima Jenis Belajar”
Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe belajar, dimana isinya merupakan bentuk penyederhanaan dari sistematika delapan tipe belajar.
Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.
1.    Informasi verbal (Verbal information)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis.
2.    Kemahiran intelektual (Intellectual skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar).
3.    Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy)
Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri, sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama.
4.    Keterampilan motorik (Motor skill)
Adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
5.    Sikap (Attitude)
Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali dalam mengambil tindakan, apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri.

D.  Fase-Fase Belajar
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam proses belajar, yaitu:
1.      Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah.
2.      Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum
3.      Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan.
4.      Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan.

E.  Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
1.   Mengontrol perhatian siswa.
2.   Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3.   Merangsang dan mengingatkan kembali  kemampuan-kemampuan siswa.
4.   Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5.   Memberikan bimbingan belajar.
6.   Memberikan umpan balik.
7.   Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.
8.   Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9.   Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru diberikan.
Menurut Gagne ada empat komponen penting dalam proses pembelajaran, yaitu Fase-fase pembelajaran, Hirarki hasil belajar, Kondisi atau tipe pembelajaran, Kejadian-kejadian instruksional.
1.         Fase-fase Pembelajaran
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu: (a) receiving the stimulus situation (apprehending), (b) stage of acquisition, (c) storage, (d) retrieval.
Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa memperhatikan apa yang akan diucapkan.
Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (e) fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar, (f) fase generalisasi adalah fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut. (g) Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan (h) fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
2.         Hirarki Hasil Belajar
Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu  Verbal Information (informasi verbal) dan Intellectual skills (keterampilan intelektual).
Invormasi verbal adalah kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal. Informasi verbal meliputi : Cap Verbal : Kata yang dimiliki seseorang untuk menunjukkan pada obyek-obyek yang dihadapi, misalnya kata ”kursi” untuk benda tertentuData/fakta : Kenyataa yang diketahui, misalnya ”Negara Indonesia dilalui khatulistiwa. Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, berkemampuan untuk menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa yang memadahi, sehingga dapat dikomunikasikan pula kepada orang lain. Mempunyai informasi verbal memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupannya sehari-hari dan tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti. Misalnya, ibu rumah tangga memiliki seperangkat pengetahuan tentang mengurus kerumahatanggaan, seorang hakim memiliki pengetahuan tentang memimpin sidang. Makin luas pengetahuan seseorang tentang bidang studi yang menjadi spesialisasinya, makin besar kemungkinan dia berkembang menjadi seorang ahli dalam bidang tersebut
Intellectual skills (keterampilan intelektual). Keterampilan intelektual merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya. Keterampilan intelek bisa dijelaskan sebagai sesuatu yang mencakup "struktur pendidikan formal yang bersifat dasar pada waktu yang sama bersifat paling luas jangkauannya. Akan tetapi, tidak seperti halnya informasi berupa fakta, ketrapilan intelektual tidak dapat dipelajari hanya dengan mendengarkannya atau melihatnya. Beda pokok antara informasi dan ketrampilan intelek ialah beda antara mengetahui bahwa dan mengetahui bagaimana. Siswa belajar bagaimana menjumlahkan bilangan bulat, bagaimana membuat agar kata kerja cocok dengan pokok kalimat dan ketrampilan-ketrampilan lain yang tidak terbilang banyaknya. Kategori kemahiran intelektual terbagi atas empat subkemampuan, yaitu :
a.    Diskriminasi Jamak
Berdasarkan pengamatan yang cermat terhadap berbagai obyek, orang mampu membedakan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Contoh; Menyebutkan merk mobil-mobil yang lewat di jalan.
b.    Konsep
Suatu arti yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
c.    Kaidah
Bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mempresentasikan suatu keteraturan
d.   Prinsip
Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari berbagai kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks.
Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorig. Penampilan-penampilan yang diamati sebagai hasil-hasil dasar disebut kemampuan-kemampuan atau kapabeliti.
Menurut Gagne ada lima kemampuan-kemampuan, yaitu kemampuan pertama disebut kemempuan-kemampuan intelektual, karena keterampilan itu merupakan penampilan-penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelekual yang dapat dilakukannya.  Kemampuan kedua meliputi penggunaan strategi-strategi kognitif, nomor tiga, berhubungan dengan sikap atau memungkinkan sekumpulan sikap-sikap yang dapat ditunjukkan oleh prilaku yang mencerminkan pilihan tindakan terhadap kegiatan-kegiatan sains. Nomor empat dari hasil belajar gagne ialah informasi verbal, dan yang terakhir adalah keterampilan-keterampilan motorik
1.       Cognitive strategies (strategi kognitif)
Strategi Kognitif merupakan suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Kapabilitas ini mempengaruhi siasat si belajar dalam mencari dan menemukan kembali hal-hal yang disimpan dan dalam mengorganisasi respons-responsnya.
Tidak seperti halnya informasi verbal dan ketrampilan intelek, yang ada kaitannya langsung dengan isi, obyek siasat kognitif ialah proses berfikir pelajar sendiri. Ciri yang penting yang lain siasat kognitif ialah bahwa tidak seperti halnya ketrampilan intelek, siasat itu tidak terpengaruh secara kritis oleh pelaksanaan pembelajaran, menit demi menit. Kebalikannya, siasat kognitif itu terbentuk dalam jangka waktu yang nisbi lama. Ketrampilan siasat kognitif sampai derajat tertentu dapat di kembangkan menjadi lebih baik dengan pendidikan formal, dan orang menjadi pelajar dengan belajar sendiri dan pemikir yang mandiri.

Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri di bidang kognitif, akan jauh lebih efesien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari, dibandingkan dengan orang yang tidak berkemampuan demikian.

Contoh; prakarsa OSIS akan siselelnggarakan malam kesenian. Sekelompok orang diberi tugas mencari dana tambahan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. Panitia pencri dana ini akan mengadakan rapat untuk menentukan bagaimana cara bagaimana dana tambahan itu dapat dicari. Dengan demikian kelompok siswa itu mengatur dan mengarahkan kegiatan kognitifnya sendiri dalam menghadapai problem pencarian dana.
2.      Motor Skills (keterampilan motorik)
Ialah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus. Termasuk disini ialah ketrampilan-ketrampilan sederhana yang dipelajari orang pada awal usianya, seperti memakai baju dan mengeluarkan suara tutur yang disampaikan. Ditahun-tahun permulaan sekolah, ketrampilan motor yang paling penting, misalnya menulis huruf-huruf dan mengambar lambang-lambang, bermain lompat tali, mengatur keseimbangan badan ketika bermain jalan di palang. Di kemudian hari ketrampilan gerak meliputi contoh belajar mengusai ketrampilan-ketrampialan yang berpisah-pisah dalam kegiatan seperti bermain tennis, bola basket dan olah raga lainnya.
Ciri umum dari semua ketrampilan ini adalah adanya persyaratan untuk mengembangkan kemulusan bertindak, presisi dan pengaturan waktu. Untuk perbuatan orang yang baru bisa dan ahli berbeda dalam hal cirri-ciri itu.

Sifat istimewa dari ketrampilan motorik ialah bahwa ketrampilan ini bisa bertambah sempurna melalui praktek atau dilatihkan. Syaratnya ialah pengulangan-pengulangan gerak dasar disertai balikan dari lingkungan. Dengan cara ini si belajar mengenal pengisyarat kinestetik yang memberi tanda-tanda isyarat untuk membedakan performansi yang tidak tepat dari yang tidak mengandung kesalahan.

3.      Attitude (sikap-sikap)
Ialah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang diambil, akan tetapi ciri-ciri yang penting adalah bahwa sikap tidak menentukan apa tindakan khusus tertentu yang akan diambil. Alih-alih, sikap hanya menentukan lebih kurang adanya kemungkinan suatu kelas tindakan tertentu akan dilakukan. Misalnya, siswa mengembangkan sikap baca buku atau pembuatan benda-benda seni. Belajar memperoleh sikap didasarkan atas informasi tentang tindakan-tindakan apa yang mungkin dilakukan dan apa akibatanya.
Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolah suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak. Bila obyek dinilai ”baik untuk saya” di mempunyai sikap positif, bila obyek dinilai ”jelek untuk saya” dia mempunyai sikap negatif. Misalnya, siswa yang memandang belajar dsi sekolah sebagai sesuatu yang bermanfaat baginya, memiliki sikap yang posifif terhadap belajar di sekolah, dan sebaliknya kalau siswa memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak berguna. 
3.    Kondisi atau Tipe Pembelajaran
Ada delapan kondisi atau tipe pembelajaran:
1.      Signal learning (belajar isyarat)
Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap” merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.
2.      Stimulus-response learning (belajar melalui stimulus-respon)
Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan oleh suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulang-ulang dengan stimulus tertentu sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
3.      Chaining (rantai atau rangkaian)
Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Misalnya : Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
4.      Verbal association (asosiasi verbal)
Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tertentu. Misalnya : seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola dlsbnya. Lalu merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
5.      Discrimination learning (belajar diskriminasi)
Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepeda motor satu dengan yang lainnya walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu membedakan.
6.      Concept learning (belajar konsep)
Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah dllnya
7.      Rule learning (belajar aturan)
Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang konkrit.
8.      Problem solving (memecahkan masalah)
Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif.
4.    Peristiwa-peristiwa Pembelajaran
Apakah yang terjadi dalam mengajar? Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondisi ekstern. Kondisi ekstern merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar.

Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan “Nine instructional events” atau Sembilan kondisi intruksional yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1.    Gain attention (memelihara perhatian)
Dengan stimulus ekster kita berusaha membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk belajar.
2.    Inform learners of objectives (penjelasan tujuan pembelajaran)
Menjelaskan kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi verbal.
3.    Stimulate recall of prior learning (merangsang murid)
Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.
4.    Present the content (menyajikan stimulus)
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.
5.    Provide "learning guidance" (memberikan bimbingan)
Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar
6.    Elicit performance /practice (pemantapan apa yang dipelajari)
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7.    Provide feedback (memberikan feedback)
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.
8.    Assess performance (menilai hasil belajar)
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
9.    Enhance retention and transfer to the job (mengusahakan transfer)
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain.
Dalam mengajar hal di atas dapat terjadi sebagian atau semuanya, Proses belajar sendiri terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Peristiwa-peristiwa itu digerakkan dan diatur dengan perantaraan komunikasi verbal yakni guru mengatakan kepada murid apa yang harus dilakukannya